BEDAKAN KALIMAT FAKTA DAN OPINI PADA EDITORIAL
A. Membedakan Fakta dan Opini
Surat kabar merupakan media efektif
untuk menyampaikan informasi kepada pembaca. Di dalam surat kabar terdapat
editorial atau tajuk rencana. Dalam pembelajaran ini, Anda akan berlatih
membaca dan memahami editorial atau tajuk rencana. Anda akan menemukan fakta
dan opini dalam editorial tersebut. Di samping mengungkapkan isinya, Anda pun
akan berlatih membedakan fakta dan opini dalam editorial atau tajuk rencana.
Pernahkah Anda membaca editorial
atau tajuk rencana? Anda dapat menemukannya di dalam surat kabar. Editorial
atau tajuk rencana adalah tulisan dalam surat kabar atau majalah yang berisi
permasalahan aktual. Tulisan tersebut ditulis berdasarkan sudut pandang redaksi
surat kabat atau majalah tersebut.
Di dalam tajuk rencana terdapat
fakta dan opini. Fakta dalam tajuk rencana adalah hal-hal faktual yang diambil
dari peristiwa atau gejala tertentu di masyarakat. Adapun opini adalah argumen
atau tanggapan redaksi terhadap peristiwa atau gejala yang dijadikan pokok
pembicaraan dalam tajuk rencana.
Agar lebih jelas, perhatikanlah
editorial berikut. Bacalah dengan teliti.
Memaksimalkan Standar Keselamatan
Penerbangan
Persepsi bahwa tingkat keselamatan
penerbangan nasional telah memasuki kategori menakutkan mendapatkan pembenaran.
Kali ini, legitimasi itu datang langsung dari pemerintah.
Pekan ini, Departemen Perhubungan
merilis daftar peringkat terbaru perusahaan penerbangan dan standar keselamatan
mereka. Dari 21 perusahaan yang dinilai, hanya satu yang masuk kategori I atau
berkinerja baik. Sisanya hanya masuk kategori II atau sedang, dan bahkan III,
alias buruk.
Hasil pemeringkatan itu, ironisnya,
tidak mengejutkan. Hal itu tidak mengejutkan karena semua paham bahwa standar
keselamatan penerbangan di negeri ini memang rendah. Tidak mengejutkan karena
kecelakaan pesawat yang menelan korban jiwa bukan satu-dua kali terjadi. Ia
amat sering terjadi.
Sebuah lembaga audit penerbangan
internasional sebelumnya telah menetapkan bahwa tidak ada satu pun maskapai
penerbangan Indonesia yang masuk kategori I. Beberapa negara, terutama Amerika
Serikat (AS), bahkan mengeluarkan peringatan kepada warganya agar tidak
menggunakan jasa penerbangan Indonesia. Tentu itu menjadi sebuah pukulan telak
bagi kredibilitas penerbangan sipil negeri ini.
Adapun yang sangat disesalkan adalah
upaya untuk meningkatkan standar keselamatan itu jauh lebih lambat daripada
yang diharapkan. Setelah sekian lama, hanya satu dari 21 maskapai yang berhasil
masuk ke kategori I. Maskapai yang masuk kategori I pun belum diakui IATA
Organization Safety Audit (IOSA). Hal ini terjadi karena tidak juga memiliki
sertifikat IOSA.
Posisi itu lagi-lagi membuat
reputasi penerbangan nasional berada dalam bahaya. Karena itu, harus ada upaya
yang lebih dari sekadarnya untuk memulihkan citra buruk yang telanjur telah
terbentuk.
Pemerintah harus menetapkan
kebijakan yang memaksa agar upaya-upaya peningkatan standar keselamatan
penerbangan dilakukan secepat-cepatnya dan secermat-cermatnya. Pemerintah
ditantang untuk lebih tegas lagi dalam menerapkan sanksi.
Pencabutan izin operasi kepada
maskapai penerbangan yang masuk kategori III atau buruk harus dilakukan tanpa
diskriminasi. Maskapai mana pun yang sejatinya masih berada di kategori III
harus dicabut izinnya. Pemberian privilese agar maskapai tertentu lolos
peringkat dan masuk kategori II tidak boleh terjadi.
Ke depan, kriteria terhadap
pemberian izin baru perlu diperketat. Maskapai baru yang ingin masuk pasar
penerbangan nasional, misalnya, haruslah maskapai yang mampu memenuhi kategori
I. Bila tidak, izin operasi tidak boleh diterbitkan.
Sebaliknya, bagi maskapai yang sudah
ada, dalam kurun waktu tertentu misalnya, diharuskan memenuhi standar kategori
I. Bila tidak, izin operasinya dapat dicabut. Dengan sistem itu, pengguna jasa
mendapatkan jaminan standar keamanan terbaik. Upaya seperti itu mestinya menjadi sebuah keniscayaan.
Pengguna jasa penerbangan tentu
berharap semua maskapai mencapai standar keselamatan excellent. Berbeda dengan
bus kota yang boleh mogok di tengah jalan, bagi transportasi udara, kerusakan
mesin dan kekacauan sistem pascalepas landas adalah dosa terbesar.
Maskapai penerbangan juga tidak
boleh terjebak dalam perang tarif. Liberalisasi dalam pasar bebas tidak berarti
kebebasan dalam mematikan pesaing dengan menerapkan tarif serendah-rendahnya.
Karena kalau itu yang terjadi, dan
standar keselamatan dikorbankan, maskapai penerbangan sejatinya tengah
mematikan pengguna jasa dalam arti harfiah. Itu jelas sebuah kejahatan
kemanusiaan. Sungguh menyeramkan jika sejatinya itu yang terus berlangsung
selama ini.
Sumber: Media
Indonesia, 28 Juni 2007
Dapatkah Anda menemukan fakta dan opini dalam editorial
tersebut?
Berikut ini adalah fakta yang terangkum dalam editorial
tersebut.
1. Pekan
ini, Departemen Perhubungan merilis daftar peringkat terbaru perusahaan
penerbangan dan standar keselamatan mereka.
2. Beberapa
negara, terutama Amerika Serikat (AS), bahkan mengeluarkan peringatan kepada
warganya agar tidak menggunakan jasa penerbangan Indonesia.
3. Setelah
sekian lama, hanya satu dari 21 maskapai yang berhasil masuk ke kategori I.
Maskapai yang masuk kategori I pun belum diakui IATA Organization Safety Audit
(IOSA). Hal ini terjadi karena tidak juga memiliki sertifikat IOSA.
Dari ketiga contoh fakta tersebut, dapat dilihat bahwa
kutipan-kutipan tersebut tidak disisipi tanggapan atau opini dari redaksi.
Ketiga hal tersebut ditulis apa adanya.
Sekarang perhatikan
contoh opini berikut.
1. Posisi
itu lagi-lagi membuat reputasi penerbangan nasional berada dalam bahaya. Karena
itu, harus ada upaya yang lebih dari sekadarnya untuk memulihkan citra buruk
yang telanjur telah terbentuk.
2. Ke
depan, kriteria terhadap pemberian izin baru perlu diperketat. Maskapai baru
yang ingin masuk pasar penerbangan nasional, misalnya, haruslah maskapai yang
mampu memenuhi kategori I. Jika tidak, izin operasi tidak boleh
diterbitkan.
3. Karena
kalau itu yang terjadi, dan standar keselamatan dikorbankan, maskapai
penerbangan sejatinya tengah mematikan pengguna jasa dalam arti harfiah. Itu
jelas sebuah kejahatan kemanusiaan.
Ketiga contoh kutipan tersebut
merupakan tanggapan dari redaksi terhadap beberapa fakta yang dimunculkan dalam
editorial. Dalam kutipan opini tersebut, dikemukakan juga harapan-harapan yang
bertujuan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan.
Sekarang, Anda tentu telah mulai
memahami perbedaan antara fakta dan opini. Dapatkah Anda menemukan fakta dan
opini lainnya dalam tajuk rencana tersebut?
Secara keseluruhan, tajuk rencana
tersebut berisi buruknya standar keselamatan yang ada dalam industri
penerbangan Indonesia. Masyarakat tentu menginginkan rasa aman tiap kali
melakukan perjalanan. Akan tetapi, yang terjadi ternyata standar keselamatan
dikorbankan demi tercapainya keuntungan besar. Standar keselamatan dijatuhkan
agar harga penerbangan menjadi lebih ekonomis. Padahal, hal terpenting dalam
perjalanan penerbangan adalah kenyamanan dan keselamatan. Hal inilah yang
disinyalir menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya angka
kecelakaan pesawat. Bagaimanapun angka kecelakaan yang
terjadi telah mencoreng reputasi penerbangan Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment